Am I An Indigo? Part 2

Monday, November 7, 2011

Am I An Indigo? Part 2
(Story by satyasadhu)



Kekuatan terbesar tidak berasal dari puluhan ribu tenaga, tetapi jika anda percaya terhadap diri anda sendiri, kekuatan itu akan dapat mengalahkan puluhan ribu tenaga yang ada”
(by satyasadhu)


Mengapa aku tak bisa merasakan kehadiran manusia saat ini? Itu terus terpikirkan di dalam kepalaku. Ia tetap menarik tangan kiriku, membawaku menjauh dari tempat itu. Entah kemana, melewati lorong-lorong buku. Dan berhenti di ruangan yang sangat sepi, tanpa manusia, tanpa ada suara kecuali suara kami, tanpa ada penerangan yang cukup dan duduk di lantai, bersandar pada rak buku.

“Maaf” katanya
            Ternyata ia seorang wanita, mengenakan jaket abu-abu dan shal di lehernya. Rambutnya pendek sebahu berwarna kecoklatan. Dan wajah yang tidak begitu asing lagi bagiku.

“Maaf atas kejadian ini” Katanya
“Oh, iya tidak apa-apa” kataku, “Kenapa kita harus pergi dari sana?”
“Itu adalah petugas disini, dia itu sangat pemarah, cerewet dan egois. Jika ia melihat kita disana, maka ia tidak segan-segan melaporkan kita” ujarnya dengan nafas yang tidak beraturan
“Tapi bukan kita yang melakukannya!”, “Kamu yang menjatuhkan buku itu?”
“Iya, tapi tidak sengaja” katanya, “Sepertinya ia akan kemari, kita harus keluar dari sini”
“Dari mana kamu tahu?, kelihatannya ia masih jauh” ujarku
“Ayo lah percaya padaku, itu ada jendela, kita keluar dari sana saja”
“Jendela itu, apakah tidak apa-apa?” ujarku
“Ikuti aku saja”
            Dia membuka lebar-lebar jendela itu. Untungnya jendela itu cukup besar untuk mengeluarkan kami dari sini.
“Ah, gimana serukan” katanya
“Seru?” seraya menatap wajahnya
“Perkenalkan aku Jiana, Jiana Giandha”
“Nama yang bagus” ungkapku, “Jodi, Jodi pratha”
            Aku hampir tidak bisa merasakan kehadirannya disisiku saat ini. Walaupun saat kami sedang berbicara.
“Kamu kuliah disini?” tanyanya
“Ia, saya dikelas Seni”
“Seni!! Saya juga dikelas seni” katanya
“Really? Kenapa tadi ga masuk kelas?”, ujarku “Petugas itu pemarah, cerewet dan egois, dari mana kamu tahu, kitakan baru saja masuk untuk hari ini?”
“Lagi males, lebih baik jalan-jalan keliling. Dari mana ya, rahasia” ujarnya

         Kami pergi jalan-jalan untuk sore ini. Pertama kalinya aku pergi bersama seorang wanita. Jam menunjukan 17.00, Kami duduk di tepi jalan, menikmati es krim yang baru saja kami beli. Tiba-tiba dia terdiam sejenak.

“Kita harus pergi dari sini” ujarnya dengan tegas. Dan untuk kedua kalinya ia menarik tanganku menjauh dari tempat itu. Selang beberapa detik, terjadi sebuah kecelakaan disana. Tepat dimana kami baru saja duduk. Aku tak habis menyangka akan hal itu. Tanpa melihat ke belakang Jiana terus berjalan seraya mengabiskan es krim  itu. Aku tidak merasakan ataupun menerima bayangan akan kejadian itu. Bagaimana ia bisa? Apakah ia?. Jika ia, wajar saja aku tak bisa merasakan kehadirannya saat di perpustakaan tadi, wajar saja ia bisa tahu akan sifat yang dimiliki oleh petugas perpustakaan tadi padahal kita baru pertama untuk datang kesini, wajar saja ia tahu akan kejadian yang baru saja. Aku mencoba untuk menjawab semua pertanyaan itu. Dan tiba-tiba

“Tidak perlu memikirkan hal itu” ungkapnya.
            Tiba-tiba saja ia mengatakan itu. Hatiku berdetak keras, seakan aliran darahku berhenti. Tubuhku tak bisa digerakkan. Bagaimana ia tahu aku sedang memikirkan itu semua.

“Aku telah terbiasa melihat hal seperti itu, kematian, kehidupan, kematian dan segalanya” ungkapnya,
Aku hanya terkejut ia bisa berkata seperti itu. Ia berhenti dan duduk di bangku.
“Bagaimana?” ujarnya
“Bagaimana apa” kataku,
“Bagaimana kau memiliki kemampuan itu” ujarnya
“Kemampuan apa yang kau maksud”
“Kemampuan yang halnya aku miliki, tidak kah kau ingin menceritakannya kepadaku?” ujarnya
“Aku tak mengerti maksudmu” kataku dengan tegas.
“Aku tahu kau tak akan bisa menerimanya” ujarnya.
“Apa yang kau maksud, aku benar-benar tidak mengerti” Aku berdiri dan bergegas pergi dari tempat ini. Aku berjalan tanpa berbalik kebelakang untuk melihatnya. Tapi aku berpikir ini akan menyakitkannya, jadi kuputuskan untuk kembali saja.
“Ayo lah kita pulang saja” Ujarku. Kami pulang dan tanpa ada pembicaraan lagi sepanjang ini.

            Pagi ini cuaca tetap mendung, seperti perkiraanku kemarin. Udara cukup dingin di luar. Hari yang tidak baik untuk berangkat kuliah dengan memakai baju polos seperti ini. Jadi kuputuskan untuk mengganti baju yang lebih hangat dan memakai shal berwarna coklat dan memasangnya. Saat kubuka pintu depan, terlihat sosok orang. Aku mengunci pintu dan berjalan mendekati orang yang tepat berdiri di depan perkarangan rumah.

“Hai Jodi” ujarnya
“Oh, hai” Ternyata dia Jiana
“Dari mana kau tau rumahku” Kataku
“Tidak sulit mencari rumah untuk mahasiswa baru seperti kau” Ujarnya, “Bagaimana? Siap untuk jalan-jalan?”
“Yeah, OK”, “Jalan-jalan? Bukannya kita ada jam kuliah seni untuk hari ini” kataku
“Hari ini Mr. Ronner tidak masuk kelas” ujarnya
“Dari mana engkau tahu? Lebih baik kita memastikan terlebih dahulu” kataku
“Baik. Jika aku benar engkau akan traktir aku untuk hari ini” ujarnya
“Siapa takut. Tapi jika aku benar kau akan traktir aku dua kali lipat” kataku sambil tertawa. Kami berjalan menuju kampus. Setibanya di ruang kelas seni. Terpasang sebuah pengumuman.

“Maaf untuk hari ini jam kuliah saya tidak ada. Dan untuk penggantian jam akan di informasikan selanjutnya by Mr. Ronner”

Jiana menatapku dan berkata “Yes, aku ditraktir. Mari” Dia menarik tanganku keluar dari kelas. Entah mengapa aku merasakan kebahagiaan jika dekat dengannya.  Jam sudah menunjukan pukul 17:00

“Hari ini akan turun hujan?” tanyaku
“Sepertinya tidak, ini cuaca yang baik untuk melakukan aktivitas di luar rumah” ujarnya
            Kami memutuskan untuk pergi ke sebuah pasar malam yang jaraknya cukup dekat dengan kampus. Sebuah lapang luas disulap bagaikan hunian surga bagi para malaikat yang penuh dengan lampu warna-warni yang memanjakan mata. Begitu memasukinya, terasa udara berhembus. Aku berusaha untuk membiasakan diri dengan keramaian orang-orang seperti ini. Tetapi Jiana cukup senang melihat semuanya, ia mangajakku untuk pergi melihat beberapa buku-buku yang sedang diskon besar.Aku baru tahu kalau di tempat seperti inipun juga ada yang menjual buku.

“Sepertinya ini bagus untukmu” seraya memberikan buku yang bercetak supranatural di sampul depannya dengan gambar yang abstrak dan agak aneh.
“Apakah kau yakin?” kataku seraya mengambil buku dari tangannya dan melihatnya sekilas.
“Saranku tidak pernah salah” katanya, “Beli saja mumpung harganya murah, kitakan harus menghemat uang” ujarnya
“Baiklah” entah mengapa aku harus membeli buku seperti itu.
           
            Kami menghabiskan hari ini dengan makan, berkeliling dan menikmati waktu liburan kali ini. Saat akan beranjak keluar dari sini, ada sebuah pameran bertuliskan Ramal Masa Depan. Jiana menyuruhku untuk mencoba masuk ke dalam.

“Cobalah masuk kesana” katanya
“Maksudmu untuk diramal” kataku, “Aku tidak percaya akan hal itu”
“Bagaimana jika itu benar” ujarnya, “Ayolah inikan hanya untuk bersenang-senang” ia mendorongku masuk ke sebuah tenda yang ukurannya hanya mungkin dapat memuat 3 orang saja.
“Oke..Oke baiklah” aku masuk ke dalam dan Jiana menunggu diluar tenda

“Aku sudah tahu kau akan datang” ucap seorang yang duduk di depan meja. Aku tak tahu siapa dia, sepertinya namanya Yarami, bagaimana aku tahu? Tentu saja tertulis jelas di depan tadi. Ia seorang wanita tua yang usianya mungkin sekitar 70 tahunan, memakai baju yang sudah agak kusut. Aku baru saja masuk merasakan suasana seperti ini. Tercium aroma bunga melati yang sangat menyengat. Dan 5 buah lilin yang membentuk bintang diletakkan di meja. Meja itu terbuat dari kayu yang sudah agak lapuk dan tua.

“Aku?” tanyaku dengan heran
“Aku merasakan kekuatan yang besar bersamamu, kekuatan yang tak ada tandingannya, kekuatan itu akan membimbingmu, untuk menjadi lebih baik” ujarnya

            Aku merasa aneh disini. Belum saja aku beberpa detik, wanita itu sudah berbicara aneh seperti itu.
“Aku tak mengerti maksudmu” kataku
“Kau akan dapat menyadarinya suatu saat nanti” seraya menggerakkan tangannya ke arahku
“Oke baiklah, cukup dengan penjelasan itu” aku bangun dari kursi itu dan bergegas untuk pergi
“Percayalah pada dirimu sendiri” teriaknya ketika aku mencoba untuk keluar dari tempat aneh seperti ini.

            Apa maksud dari perkataanya, sungguh tidak wajar. Saat keluar aku tidak mendapati Jiana menunggu diluar tenda. Aku melihat sekitarku untuk mencarinya, tetapi ia tidak ada. Aku bergegas mencarinya, mungkin saja ia sedang dalam masalah. Entah mengapa aku bisa berjalan kearah ini, tidak mungkin ia akan kesini. Dari kejauhan kulihat sosok wanita, sepertinya itu dia. Bergegas ku berlari kesana. 

“Oh, maaf” ucapnya

“Aku mencarimu, kukira kau dalam masalah” kataku dengan nafas yang tidak teratur
“Aku bosan menunggu jadi kuputuskan untuk bermain kesini” ujarnya, “Bagaimana hasilnya?”
“Baik” Ucapku, jika aku mengatakan tidak ada apa-apa mungkin saja ia akan menyuruhku kembali ke tempat aneh itu lagi jadi kuputuskan untuk mengatakan sesuatu yang baik-baik saja.
“Apa yang diceritakanya padamu?” tanyanya
“Tidak terlalu penting, hanya tentang pekerjaan, keuangan dan sebagainya” kataku, “Tidakkah kau ingin mencobanya”
“Besok saja” ujarnya

         Kami akhirnya memutuskan untuk pulang, matahari sudah hampir pulang dari singgasananya. Dari kejauhan terlihat begitu indahnya kota ini. Hiasan lampu bertaburan di sekitaran kota. Taman surga yang ada dibumi.

“Bagaimana menurutmu” tanyaku
“Indah” ujarnya

       Hari terbaik yang tak akan pernah kulupakan, dan juga mengenai kata-kata wanita tua itu yang membuatku terus berpikir untuk mencari jawaban yang rasional dari semua itu.

Share This Post

3 comments:

freaky_kuro Says:

lanjutin, lanjutin, penasaran sama cerita berikutnya xD
sampe tamat ya! hahahaha

Satya Says:

Iya, mudahan. hahaha.. ;)

amaq aziz Says:

ya percaya diri adalah kekuatan yg tersembunyi. "percayalah," kata saya juga.

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...