Sad Ending - Part II

Saturday, October 15, 2011

Selang beberapa detik dari paparan sinar lampu, aku dapat melihat ke dalam ruangan itu. Terlihat sebagian mahasiswa saling berdesakan melihat pengumuman yang baru saja di pasangkan oleh Mr. William. Jika aku melihat pengumuman itu sekarang pastinya akan berdesak-desakan dengan yang lainnya, jadi ku putuskan untuk melihat pengumuman setelah sepi. Ruangan ini memang cukup besar dan biasa di gunakan untuk berkumpul oleh mahasiswa yang lainnya, terdapat lima meja di setiap sisinya degan empat kursi di setiap mejanya. Selagi menunggu aku duduk di salah satu kursi di sisi ruangan yang menghadap ke luar jendela.
Dari sini aku dapat melihat ke seluruhan wilayah kampus. Aku melihat Mr. William menuju mobil jazz hitam miliknya yang selalu terpakir tepat di bawah pohon di depan taman. Sepertinya ia sangat terburu-buru pergi, entah kemana. Setelah beberapa menit, akhirnya ruangan ini sudah agak sepi, hanya ada beberapa orang yang memang selalu berada disini jika tidak ada jam pelajaran. Aku menuju di mana pengumuman itu terpasang. Ternyata itu adalah penumuman tentang beasiswa. Setiap tahun tentunya pasti ada pengumuman mengenai beasiswa, tapi baru tahun kemarin dan tahun ini ada beasiswa untuk jurusan sastra. Tetapi tidak banyak yang berminat karena beasiswa itu hanya di tunjukan untuk satu orang. Dan inilah kesempatanku. Terdengar langkah kaki yang berjalan mendekatiku dan berkata.

“Di sini persaingannya sangatlah ketak”

“Tentu, saya tahu itu” kataku seraya menatap wajahnya

“Tapi jika ingin berusaha pasti akan ada jalan, saya Jimmy, Jimmy Duart”

“Oh tentu, Saya Alice, Alicia Zeiemer”

Aku melihat jam tanganku dan telihat waktu sudah menunjukan pukul 13:25 yang artinya aku harus pulang.

“Maaf, saya harus pergi sekarang. Sampai jumpa  Jimmy. Bye”

Aku bergegas pergi dari ruangan itu karena aku tahu aku akan terlambat untuk tiba di rumah. Selama dalam perjalanan ke rumah. Aku terus berpikir  tentang pengumuman itu, berpikir bahwa aku harus mendapatka beasiswa itu. Aku ingin membahagiakan ayahku dan memperbaiki lagi nama keluargaku yang sudah di anggap jelek. Tentu saja, kakaku telah putus sekolah sejak SMA dan mulai suka mabuk-mabukan, tidak jarang hampir setiap hari ada saja polisi yang datang ke rumah kami untuk melaporkannya karena kelasahannya. Di saat inilah ayahku mulai terpukul oleh rasa malunya, ia di anggap tidak dapat mengajarkan sesuatu yang baik kepada anaknya. Belum lagi ibuku, ia ada seorang sekretaris di sebuah perusahaan, Ia selalu saja pulang larut malam dan ketika ayahku bertanya “Dari mana saja kau, kenapa baru pulang selarut ini” Ibuku selalu menjawab “Apakah kamu tidak tahu aku berusaha untuk membiaya keluarga ini, tapi lihat apa yang kamu perbuat tidak ada”. Ayahku telah tahu apa yang telah ibuku perbuat karena tercium dari aroma alkoloh saat ia berbicara tetapi ayah tetap saja diam. Aku pernah bertanya kepadanya kenapa kau tidak melarangnya pulang semalam itu. Ia hanya menjawab “Aku menyayangi ibunmu”. Oleh sebab itu ia membiarkan ibu pulang selarut itu.
Semua ini berawal ketika surat itu datang ke rumah kami, surat yang menyatakan bahwa ayahku di pecat dari pekerjaannya karena perusahaan dimana ayahku bekerja sedang mengalami permasalahan. Dan saat itu aku mulai berusaha untuk terus bertahan dan mencoba untuk mengembalikan lagi semua seperti dulu. Dan masih tersisa beberapa hari untuk belajar lebih keras lagi untuk mendapatkan beasiswa itu.
Sebelum pulang ke rumah aku menyempatkan  untuk mampir di toko bunga milik Bibi Drees. Bibi Drees adalah adik dari ayahku, ia baru saja pindah ke sini dan membuka toko di seberang jalan menuju rumahku.

“Hello, apakah sudah ada bunga yang terjual hari ini” kataku seraya meletakkan tas di atas kursi dekat pintu

“Hanya beberapa ada beberapa bunga. Apakah kau sudah makan. Di dapur ada roti, jika kau mau”

“Iya aku sudah makan. Aku akan pergi ke belakang untuk menyiram bunga” kataku sambil berjalan ke belakang rumah.
Walaupun aku tidak di bayar untuk hal ini, aku sangat senang, tidak heran juga jika aku sudah mulai tidak tenang di rumah maka aku pergi ke rumah bibi drees untuk menenangkan pikiranku di sini. Aku masuk ke dalam toko, seorang pria masuk jaket hitam dan topi yang dikenakan yang seperti tidak begitu asing bagiku, ia adalah Mr. William.

“Oh hello Mr.William. Apa kau ingin membeli sebuah bunga” Ujarku

“Hallo Alice, tentu aku ingin membeli mawar untuk istriku. Ini adalah hari perayaan pernikahan kami yang ke 5” kata Mr. William dengan nada yang begitu bersemangat

“Tentu saya akan membirkan mawar yang begitu indah untuk anda” aku mengambil mawar yang baru saja aku potong dari taman belakang rumah.

“Ini mawarnya Mr. William” Seraya memberi setangkai mawar yang telah di bungkus  plastic putih kepada Mr. William

“Terimakasih Alice, mawar yang indah. Aku sudah meletakkan uang di atas meja.” Dan berjalan keluar menuju mobilnya

“Terimaksi Mr. William”

Jam sudah menunjukan pukul 9 malam aku harus pulang sekarang. Aku mengambil tasku yang telah ku letakkan di atas kursi.

“Bi aku pulang dulu ya” seraya membuka pintu depan

“Iya, bawalah beberapa roti ini ke rumah” kata bibiku sambil memegang sekotak roti di tangannya

Aku berteriak dari kejauhan “Tidak, aku masih kenyang. Bye”

Tepat di depan pagar rumah, ada sebuah mobil polisi yang masih menyalakan sirinenya. Aku langsung bergegas masuk ke rumah. Ternyata ayahku sudah ada di depan rumah, berbicara tentang suatu hal dengan kedua polisi itu. Aku langsung masuk ke dalam rumah, emosiku mulai memuncak. aku tahu siapa yang melakukan itu. Aku pergi ke kamar kakakku. Tanpa sabar langsung ku buka pintu kamarnya.

“Apakah kamu selalu saja melakukan kesalah berulang kali?” Dia hanya diam saja, tatapannya kosong dan melihat ke luar jendela.

“Tidak bisakah kau melakukan hal yang baik, apakah kamu sudah tidak peduli lagi dengan keluarga ini?” Tanyaku seraya menatap mukanya.

Aku tahu ia tidak akan berbicara apa-apa. Dan aku memutuskan untuk pergi ke depan menemui ayahku. Dari balik pintu aku melihat ke luar, kedua polisi itu melihat aku di dalam. Dan sebelum aku tiba di sana. Mereka sudah akan pergi dan menepuk pundak ayahku dan pergi menuju mobil mereka. Belum sempat aku bertanya ayah mengajakku masuk ke dalam ruang keluarga. Ayah memelukku erat dan mengeluarkan air mata. Aku tidak mengerti tentang semua ini, mengapa ayah menangis. Tidak biasanya ayah menangis atas kelasahan yang telah di perbuat kakakku.  Aku melepaskan pelukan itu. Dan bertanya

“Apa yang sebenarnya terjadi? Coba jelaskan!”

“Ibu mengalami kecelakaan mobil, ia tidak dapat di selamatkan” ayah terus menangis di depanku dan mencoba untuk meraihku

Mendengar perkataan ayah itu, kepalaku mulai terasa berat dan air mataku menetes

“Tidak Mungkin. Mengapa hal ini bisa terjadi?” seraya duduk di kursi dan  memegang kepalaku dengan kedua tangan

“Mengapa itu bisa terjadi?”

Ayah diam saja. Aku tahu itu hanya alasan yang di buat ayah agar aku tidak membenci ibu untuk terakhir kalinya. Tapi aku ingin alasan yang wajar akan kejadian ini. Aku berlari menuju kamar kakak. Di sisi pintu aku menangis kencang. Ia memandangiku dan datang ke arahku. Ia memelukku dan mengeluh rambutku. Terlihat sekelilingku terasa berputar-putar, aku melepaskan pelukan itu. Semua begitu berat olehku. Semua menjadi tak Nampak bagiku. Hingga hanya kegelapanlah yang dapat ku lihat.

Share This Post

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...